Sutan Takdir Alisyahbana dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994 dalam usia 86 tahun. Dinamai Takdir karena jari tanganna hanya ada 4. Ibunya seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara sementara ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang guru. Kakeknya, Sutan Mohamad Zahab, dikenal sebagai seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan agama dan hukum yang luas.
Mula-mula STA sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Bengkulu (1915-1921) kemudian melanjutkan sekolahnya di Kweekschool, Bukit Tinggi, Lahat, Muara Enim (1921-1925) dan Hogere Kweekschool, Bandung ( 1925-1928) serta Hoofdacte Cursus di Jakarta (1931-1933), yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Kemudian di Rechtschogeschool, Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum). Sutan Takdir juga mengikuti kuliah-kuliah tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Ia menerima gelar Dr. Honoris Causa dari UI (1979) dan Universiti Sains, Penang, Malaysia (1987).
Sutan Takdir pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, Sutan Takdir menjadi anggota parlemen (1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante (1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak 1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali (-1994).
Sutan Takdir merupakan tokoh terkemuka dalam sejarah kesusastraan dan pemikiran kebudayaan di Indonesia. Dia banyak menulis puisi, novel, esai-esai sastra, bahasa serta tulisan ilmiah mengenai filsafat, ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Dia juga menaruh minat pada sejarah intelektual Islam, khususnya pemikiran Ibn Rusyd dan menjelang akhir hayatnya kepada Muhammad Iqbal.
Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi Lama (1941), dan puisi Baru (1946).
Dalam novel Layar Terkembang yang sudah beberapa kali di cetak ulang STA merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan memajukan peranan kaum wanita melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita.
Diantara Karya-karyanya:
Tak Putus Dirundung Malang (novel, 1929)
Dian Tak Kunjung Padam (novel, 1932)
Tebaran Mega (kumpulan sajak, 1935)
Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936)
Layar Terkembang (novel, 1936)
Anak Perawan di Sarang Penyamun (novel, 1940)
Puisi Lama (bunga rampai, 1941)
Puisi Baru (bunga rampai, 1946)
Pelangi (bunga rampai, 1946)
Pembimbing ke Filsafat (1946)
Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957)
The Indonesian language and literature (1962)
Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (1966)
Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (kumpulan esai, 1969)
Grotta Azzura (novel tiga jilid, 1970 & 1971)
Values as integrating vorces in personality, society and culture (1974)
The failure of modern linguistics (1976)
Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan (kumpulan esai, 1977)
Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia sebagai Bahasa Modern (kumpulan esai, 1977)
Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai (1977)
Lagu Pemacu Ombak (kumpulan sajak, 1978)
Amir Hamzah Penyair Besar antara Dua Zaman dan Uraian Nyanyian Sunyi (1978)
Kalah dan Menang (novel, 1978)
Menuju Seni Lukis Lebih Berisi dan Bertanggung Jawab (1982)
Kelakuan Manusia di Tengah-Tengah Alam Semesta (1982)
Sociocultural creativity in the converging and restructuring process of the emerging world (1983)
Kebangkitan: Suatu Drama Mitos tentang Bangkitnya Dunia Baru (drama bersajak, 1984)
Perempuan di Persimpangan Zaman (kumpulan sajak, 1985)
Seni dan Sastra di Tengah-Tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan (1985)
Sajak-Sajak dan Renungan (1987).
Mula-mula STA sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Bengkulu (1915-1921) kemudian melanjutkan sekolahnya di Kweekschool, Bukit Tinggi, Lahat, Muara Enim (1921-1925) dan Hogere Kweekschool, Bandung ( 1925-1928) serta Hoofdacte Cursus di Jakarta (1931-1933), yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Kemudian di Rechtschogeschool, Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum). Sutan Takdir juga mengikuti kuliah-kuliah tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Ia menerima gelar Dr. Honoris Causa dari UI (1979) dan Universiti Sains, Penang, Malaysia (1987).
Sutan Takdir pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, Sutan Takdir menjadi anggota parlemen (1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante (1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak 1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali (-1994).
Sutan Takdir merupakan tokoh terkemuka dalam sejarah kesusastraan dan pemikiran kebudayaan di Indonesia. Dia banyak menulis puisi, novel, esai-esai sastra, bahasa serta tulisan ilmiah mengenai filsafat, ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Dia juga menaruh minat pada sejarah intelektual Islam, khususnya pemikiran Ibn Rusyd dan menjelang akhir hayatnya kepada Muhammad Iqbal.
Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi Lama (1941), dan puisi Baru (1946).
Dalam novel Layar Terkembang yang sudah beberapa kali di cetak ulang STA merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan memajukan peranan kaum wanita melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita.
Diantara Karya-karyanya:
Tak Putus Dirundung Malang (novel, 1929)
Dian Tak Kunjung Padam (novel, 1932)
Tebaran Mega (kumpulan sajak, 1935)
Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936)
Layar Terkembang (novel, 1936)
Anak Perawan di Sarang Penyamun (novel, 1940)
Puisi Lama (bunga rampai, 1941)
Puisi Baru (bunga rampai, 1946)
Pelangi (bunga rampai, 1946)
Pembimbing ke Filsafat (1946)
Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957)
The Indonesian language and literature (1962)
Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (1966)
Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (kumpulan esai, 1969)
Grotta Azzura (novel tiga jilid, 1970 & 1971)
Values as integrating vorces in personality, society and culture (1974)
The failure of modern linguistics (1976)
Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan (kumpulan esai, 1977)
Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia sebagai Bahasa Modern (kumpulan esai, 1977)
Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai (1977)
Lagu Pemacu Ombak (kumpulan sajak, 1978)
Amir Hamzah Penyair Besar antara Dua Zaman dan Uraian Nyanyian Sunyi (1978)
Kalah dan Menang (novel, 1978)
Menuju Seni Lukis Lebih Berisi dan Bertanggung Jawab (1982)
Kelakuan Manusia di Tengah-Tengah Alam Semesta (1982)
Sociocultural creativity in the converging and restructuring process of the emerging world (1983)
Kebangkitan: Suatu Drama Mitos tentang Bangkitnya Dunia Baru (drama bersajak, 1984)
Perempuan di Persimpangan Zaman (kumpulan sajak, 1985)
Seni dan Sastra di Tengah-Tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan (1985)
Sajak-Sajak dan Renungan (1987).
0 komentar:
Posting Komentar