Muhammad Asad adalah seorang tokoh Islam dunia, pernah menjadi wartawan dan penulis buku-buku tentang Islam, antara lain Islam at the Cross Roads (Islam di Simpang Jalan) dan The Road to Mecca serta tafsir al-Quran The Message of the Qur'an. Ia lahir dengan nama Leopold Weiss di Livow, Austria pada tahun 1900 dan meninggal di Spanyol pada tahun 1992.
Ketika berusia 14 tahun ia lari dari rumahnya untuk bergabung dengan tentara Austria dalam perang dunia pertama. Pada usia 19 tahun ia bekerja sebagai pembantu Doktor Mornoe kemudian pada Maks Rainhart, keduanya merupakan produser film.
Leopold Weiss kemudian menjadi wartawan United Telegraph (1921) dan pada tahun 1922 menjadi koresponden Harian Surat Kabar Jerman terkemuka Frankfurt Zeitung untuk wilayah Timur Dekat. Maka ia berkunjung ke berbagai negara di Timur Tengah dan sejak itu menghabiskan sebagian besar waktunya disana.
Di negara-negara Islam yang dikunjungi ia memperhatikan masyarakat yang berbeda dengan susunan masyarakat dan pandangan hidup di Eropa, dan menimbulkan perasaan simpati atas kehidupan yang lebih tenang dibanding cara hidup Eropa yang terburu-buru. Rasa simpati membuat ia tertarik untuk mempelajari sebab-sebab perbedaan cara hidup semacam itu dan juga tertarik untuk mempelajari ajaran agama Islam.
Hal itu membawa pandangan baru baginya tentang masyarakat yang maju, progresif, terorganisir, dengan sedikit konflik tetapi mengandung rasa persaudaraan yang sungguh-sungguh. Tetapi kehidupan kaum muslimin tampak sangat jauh dari kemungkinan-kemungkinan ideal dalam ajaran Islam. Apa yang dalam ajaran Islam merupakan kemajuan ternyata telah berubah menjadi sikap masa bodoh dan kemacetan di kalangan kaum muslimin. Segala yang dalam masa kejayaan Islam merupakan rahmat dan siap berkorban, berubah menjadi picik dan senang dengan kehidupan yang seenaknya.
Maka ia terdorong untuk mencurahkan perhatian terhadap persoalan ini, dari titik pandangan yang lebih dekat; dengan menempati seolah-olah sebagai anggota masyarakat Islam. Ia kemudian menyadari bahwa penyebab kemunduran sosial dan budaya Islam terletak dalam kenyataan bahwa mereka secara perlahan melalaikan jiwa ajaran Islam. Islam masih ada pada mereka, tetapi tinggal jasad tanpa jiwa.
Makin ia paham tentang praktisnya ajaran Islam, makin besar hasratnya untuk bertanya, mengapa umat Islam tidak menerapkannya dalam kehidupan nyata? Persoalan ini ia bicarakan dengan para pemuka Islam di berbagai negara, seolah ia sebagai seorang muslim yang membela agamanya dari kekeliruan dan sikap masa bodoh kaum muslimin. Hingga pada 1925 di pegunungan Afganistan, seorang gubernur berkata padanya bahwa ia seorang muslim, hanya dia sendiri tidak menyadarinya. Ucapan gubernur tersebut membuatnya terkejut, hingga pada saat kembali ke Eropa pada 1926 ia menyadari bahwa satu-satunya konsekuensi logis dari sikapnya adalah memeluk agama Islam. Ia masuk Islam di Berlin dan memilih nama Muhammad Asad.
Setelah memeluk Islam ia terus mempelajari ajaran islam, seperti al-Quran, hadits, sejarah serta buku-buku tentang Islam baik yang ditulis oleh lawan maupun kawan. Kemudian ia tinggal selama lima tahun di Hijaz dan Najed, kebanyakan di Madinah supaya dapat mengalami sesuatu di tempat mana agama ini dibawa oleh Nabi saw. Dan Hijaz merupakan pusat pertemuan orang Islam dari seluruh dunia sehingga ia dapat membandingkan beberapa pandangan sosial keagamaan yang berbeda-beda pada masa itu. Studi perbandingan ini menciptakan keyakinan kuat baginya bahwa Islam sebagai satu landasan spiritual dan sosial, meski terbelakang karena sikap masa bodoh kaum muslimin. Dan sejak itu perhatiannya ia tumpahkan untuk mengembalikan Islam kepada kejayaan.
Pada tahun 1932-1947 ia menjelajahi negeri-negeri Islam, kecuali Asia Tenggara. Ia membatalkan ke Indonesia karena ditugaskan di Departemen Rekonstruksi Islam Pakistan (1947-1951). Ia pun pernah menjadi wakil Pakistan di PBB dan diangkat sebagai warga negara kehormatan di berbagai negeri Islam.
0 komentar:
Posting Komentar